Jakarta - Ketua Komite I DPD RI yang juga Senator DPD RI Asal Aceh kembali dipercaya sebagai ketua Pansus Revisi Undang Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 tahun 2014. Fachrul Razi dinilai memiliki pemahaman dan penguasaan materi yang sangat dalam terkait pemerintahan daerah, otonomi daerah dan pemerintah. Keahliannya menguasai undang-undang, kembali membawa dirinya dipercaya ketua Pansus dari DPD RI.
Dalam release media DPD RI hari Jumat tanggal 21 Juni 2024, Komite I baru saja melesaikan draf RUU Pemerintahan Daerah dibawah Fachrul Razi yang ditunjuk sebagai Ketua.
Draft Naskah Akademis dan pasal-pasal RUU tentang Perubahan Kelima UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang disusun secara marathon oleh Komite I DPD RI bersama dengan Tim Ahli yang digawangi oleh Prof. Djohermansyah Djohan akhirnya disepakati menjadi RUU Inisiatif DPD RI yang akan dimintakan pengesahan dalam Sidang Paripurna DPD RI pada bulan Juli Nanti. Kesepakatan ini diambil dalam kegiatan Harmonisasi, Pembulatan dan Pemantapan RUU yang digelar melalui Rapat Kerja Gabungan antara Pimpinan Komite I di bawah pimpinan H. Fachrul Razi, M.IP., MH. dengan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) pada hari Kamis (20/6).
Fachrul Razi Ketua Komite I DPD RI menilai, revisi UU Pemda sangat mendesak untuk dilakukan saat ini dengan tujuan mempertahankan otonomi daerah dan menjamin kepastian wewenang daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan urusan pemerintahan. Di samping itu, juga untuk meningkatkan demokrasi lokal dan kesejahteraan masyarakat melalui pelaksanaan pelayanan publik yang lebih baik. Lebih jauh lagi, sistem pengawasan pemerintah daerah juga perlu ditata ulang karena selama ini peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat cenderung kurang efektif.
Dalam kegiatan harmonisasi di DPD RI, Komite I dan PPUU pada dasarnya memiliki frekuensi yang sama dalam mayoritas isu strategis yang dimuat dalam draft RUU. Oleh sebab itu, banyak kesepahaman yang dapat dicapai. Namun demikian, terdapat dua isu sebagaimana dilontarkan oleh Wakil Ketua PPUU Senator Ajiep Padindang yang mengalami dinamika cukup sengit, yaitu mengenai larangan posisi rangkap kepala daerah sebagai Ketua Partai Politik dan mengenai Pokok Pikiran (Pok-kir) DPRD.
Isu pertama, kepala daerah yang merangkap sebagai ketua ataupun pengurus parpol dianggap dapat menggunakan pengaruh/kekuasaan politiknya dalam musim pilkada yang dapat menguntungkan partainya sendiri dan merugikan partai lain. Tentu saja hal ini menimbulkan situasi yang tidak objektif lagi dalam demokrasi lokal. Larangan tersebut setelah sempat mengalami perdebatan akhirnya disepakati oleh Komite I dan PPUU dengan catatan bahwa kepala daerah masih dapat tetap terafiliasi dengan parpol sepanjang berstatus sebagai anggota biasa.
Selanjutnya, isu kedua adalah terkait dengan Pok-kir DPRD. DPD RI menyusun dasar hukum agar Pokkir tidak bermasalah secara hukum, dan membatasi keterlibatan anggota DPRD yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program yang dianggap urusan eksekutif yang sebenarnya bukan ranah DPRD.
Ketua Komite I Senator Fachrul Razi mencoba meluruskan tafsiran bahwa Pok-kir yang sudah berlangsung selama ini sama sekali tidak akan dihapuskan. Hanya saja, fokus kegiatannya yang akan digeser, tidak lagi mengarah kepada pelaksanaan program dan kegiatan yang masuknya ke ranah eksekutif, akan tetapi didudukan kembali ke ranah yang seharusnya menjadi bidang tugas DPRD, yaitu Pok-kir yang terkait dengan menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
“Dalam draf RUU Pemda kami mencoba menekankan dan melindungi kepala daerah, DPRD dan Birokrasi agar tidak bermasalahan secara hukum,” tutup Fachrul Razi.[am]