Lhokseumawe – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh Utara, Masriadi Sambo, menilai wacana pemilihan bupati/wali kota kembali melalui mekanisme DPRD patut didukung. Pasalnya, bisa menghemat uang negara.
“Biaya pemilihan cukup hanya Rp100 juta, mulai dari sosialisasi hingga pemilihan dan pelantikan di gedung DPRD. Bandingkan dengan biaya debat kandidat di Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe, dalam satu kali putaran debat calon saja menghabiskan Rp477 juta,” kata Masriadi dalam keterangannya, Ahad, 15 Desember 2024.
“Sedangkan untuk proses tahapan hingga pelantikan (kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih hasil) pilkada kabupaten/kota tak kurang puluhan hingga ratusan miliar rupiah. Ini memangkas hak rakyat untuk diberi fasilitas kesehatan, jalan yang bagus, dan lain sebagainya,” tambah dia.
Terkait perilaku korupsi kepala daerah, pemilihan langsung tidak menjamin melahirkan kepala daerah yang bersih. “Data KPK sepanjang (tahun 2004-2024) 167 kepala daerah terjerat korupsi. Itu semua hasil pemilihan langsung. Maknanya, perilaku bersih dari korupsi kembali ke pribadi masing-masing kepala daerah dan sistem pengawasan dan penegakan hukum. Bukan pada sistem memilihnya,” ujarnya.
Apalagi, kata dia, politik uang semakin hari makin marak dalam setiap pemilihan calon legislatif hingga kepala daerah.
“Dari sisi partai politik misalnya, ada 37 calon tunggal melawan kotak kosong dalam Pilkada 2024. Artinya, parpol mulai sadar betapa besar biaya politik untuk menjadi bupati/wali kota di Indonesia, sehingga memilih jalur pendek berkoalisi dan menghemat uang,” katanya.
Fenomena itu dipastikan akan berlangsung pada pilkada lima tahun mendatang. “Alasan partai politik, menghemat biaya kampanye dan berbagi kue kekuasaan,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, dibanding membuang uang untuk biaya tahapan pilkada, lebih baik uang itu digunakan untuk sektor pembangunan.
Penegakan Hukum
Selain itu, Presiden Prabowo Subianto, harus membuat sistem pengawasan dan penegakan hukum lebih canggih untuk seluruh kepala daerah. Sehingga, mereka bisa berbuat sebesar-besarnya untuk rakyat. Bukan sebatas untuk kepentingan kelompok dan bagi-bagi kue kekuasaan semata.
“Intinya, pemimpin bersih itu harus dibarengi dengan sistem pengawasan yang kuat, pengawas yang bersih, dan penegakan hukum yang tegas. Perlu contoh nyata, kepala daerah yang dihukum berat atas kasus korupsi selama kepemimpinan Presiden Prabowo,” pungkasnya.
Sebelumnya, wacana pemilihan bupati/wali kota dilakukan di DPRD dilemparkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam pidato Hari Ulang Tahun Ke-60 Golkar di Jakarta. Wacana lain yang muncul saat ini, gubernur dipilih lewat DPRD, sedangkan bupati/wali kota tetap dipilih secara langsung.[*]